Pages

Wednesday, December 14, 2011

kisi2 PSI


DFD merupakan alat perancangan sistem yang berorientasi pada alur data dgn konsep dekomposisi dapat digunakan untuk penggambaran analisa maupun rancangan sistem yg mudah dikomunikasikan oleh profesional sistem kepada pemakai maupun pembuat program.
Ada bbrp hal yang perlu diperhatikan tentang proses :
1. Proses harus memiliki input dan output.
2. proses dapat dihubungkan dgn komponen terminator, data store atau proses melalui alur data.
3. Sistem/bagian/divisi/departemen yang sedang dianalisis oleh profesional sistem digambarkan dgn komponen proses.

Komponen ini digunakan untuk membuat model sekumpulan paket data dan diberi nama dgn kata benda bersifat jamak. Data store dapat berupa file/database yang tersimpan dalam disket, harddisk atau bersifat manual seperti buku alamat, file folder.
Yang perlu diperhatikan tentang data store :
1. Alur data dari proses menuju data store, hal ini berarti data store berfungsi sebagai tujuan/tempat penyimpanan fari suatu proses (proses write).
2. Alur data dari data store ke proses, hal ini berarti data store berfungsi sbg sumber/ proses memerlukan data (proses read).
3. Alur data dari proses menuju data store dan sebaliknya berarti berfungsi sbg sumber dan tujuan.

Alur data digunakan untuk menerangkan perpindahan data / paket datadari satu bagian ke bagian lainnya.
Alur data dapat berupa kata, pesan, formulir / informasi.
Ada 4 konsep tentang alur data :
1. Packets of data
Apabila ada 2 data / lebih yg mengalir dari 1 sumber yg sama menuju pada tujuan yg sama & mpy hubungan digambarkan dgn 1 alur data.
2. Diverging data flow
Apabila ada sejumlah paket data yg berasal dari sumber yg sama menuju pada tujuan yg berbeda atau paket data yg kompleks dibagi menjadi bbrp elemen data yg dikirim ke tujuan yg berbeda.
3. Converging data flow
Apabila ada bbrp alur data yg berbeda sumber menuju ke tujuan yg sama
4. Sumber dan Tujuan
Arus data harus dihubungkan pada proses, baik dari maupun yg menuju proses.
Tidak ada aturan baku untuk menggambarkan DFD, tapi dari berbagai referensi yg ada, secara garis besar :
1. Buat diagram context
Diagram ini adalah diagram level tyertinggi dari DFD yg menggambarkan hubungan sistem dgn lingkungan luarnya.
Cara :
- Tentukan nama sistemnya.
- Tentukan batasan sistemnya.
- Tentukan terminator apa saja yg ada dalam sistem.
- Tentukan apa yg diterima/diberikan terminator dari/pada sistem.
- Gambarkan diagram context.
2. Buat diagram level Zero
Diagram ini adalah dekomposisi dari diagram Context.
Cara :
- Tentukan proses utama yg ada pada sistem.
- Tentukan apa yg diberikan/diterima masing-masing proses pada/dari sistem sambil memperhatikan konsep keseimbangan (alur data yg keluar/masuk dari suatu level harus sama dgn alur data yg masuk/keluar pada level berikutnya)
- Apabila diperlukan, munculkan data store (master) sebagai sumber maupun tujuan alur data.
- Gambarkan diagram level zero.
- Hindari perpotongan arus data
- Beri nomor pada proses utama (nomor tidak menunjukkan urutan proses).



Entity adalah objek yang eksis dan dapat dibedakan dari objek lainnya. Entity dapat konkrit (nyata) misalnya : manusia, buku atau dapat juga berbentuk abstrak misalnya : liburan, konsep, dsb.
Entity set adalah set dari entity-entity dengan tipe yang sama. Entity dapat saling lepas (disjoint).
Relationship adalah asosiasi di antara beberapa entity. Relationship set adalah himpunan dari relasi-relasi dengan tipe yang sama.
Pemetaan kardinal mencakup salah satu dari :
??One-To-One.
Sebuah entity A diasosiasikan pada sebuah entity B, dan sebuah entity B diasosiasikan dengan paling banyak sebuah entity A.
??One-To-Many
Sebuah entity A diasosiasikan dengan sejumlah entity B, tetapi entity B dapat diasosiasikan paling banyak satu entity A.
??Many-To-One.
Suatu entity A dapat diasosiasikan dengan paling banyak sebuah entity B, tetapi entity B dapat diasosiasikan dengan sejumlah entity di A.
??Many-To-Many.
Suatu entity A dapat diasosiasikan dengan sejumlah entity B dan entity B dapat diasosiasikan dengan sejumlah entity di A.




































Indikator Diperlukannya Pengembangan Sistem
1. Keluhan pelanggan
2. Pengiriman barang yang sering tertunda
3. Pembayaran gaji yang terlambat
4. Laporan yang tidak tepat waktu
5. Isi laporan yang sering salah
6. Tanggung jawab yang tidak jelas
7. Waktu kerja yang berlebihan
8. Ketidakberesan kas
9. Produktivitas tenaga kerja yang rendah
10. Banyaknya pekerja yang menganggur
11. Kegiatan yang tumpang tindih
12. Tanggapan yang lambat terhadap pelanggan
13. Kehilangan kesempatan kompetisi pasar
14. Persediaan barang yang terlalu tinggi
15. Pemesanan kembali barang yang tidak efisien
16. Biaya operasi yang tinggi
17. File-file yang kurang teratur
18. Keluhan dari supplier karena tertundanya pembayaran
19. Tertundanya pengiriman karena kurang persediaan
20. Investasi yang tidak efisien
21. Peramalan penjualan dan produksi tidak tepat
22. Kapasitas produksi yang menganggur
23. Pekerjaan manajer yang terlalu teknis
24. DLL.
#Pendekatan terstruktur (Structured Approach):
Pendekatan terstruktur dilengkapi dengan alat-alat (tools) dan teknikteknik
yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem, sehingga hasil akhir
dari sistem yang dikembangkan akan didapatkan sistem yang strukturnya
didefinisikan dengan baik dan jelas.
#Dari Bawah Ke Atas (Bottom-up Approach):
Pendekatan ini dimulai dari level bawah organisasi, yaitu level
operasional dimana transaksi dilakukan. Pendekatan ini dimulai dari
perumusan kebutuhan-kebutuhan untuk menangani transaksi dan naik ke
level atas dengan merumuskan kebutuhan informasi berdasarkan transaksi
tersebut.
#Pendekatan Dari Atas Ke Bawah (Top-down Approach):
Pendekatan Dari Atas Ke Bawah (Top-down Approach) dimulai dari
level atas organisasi, yaitu level perencanaan strategi. Pendekatan ini dimulai
dengan mendefinisikan sasaran dan kebijaksanaan organisasi.











KARAKTERISTIK SISTEM :
 • Komponen (Component)
Suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang saling berinteraksi, bekerja sama
membentuk satu kesatuan. Komponen-komponen sistem dapat berupa suatu subsistem atau
bagian-bagian dari system
• Batas Sistem (Boundary)
Batas sistem merupakan daerah yang membatasi antara suatu sistem dengan sistem
yang lainnya atau dengan lingkungan luarnya
• Lingkungan Luar Sistem (Environment)
Segala sesuatu diluar dari batas sistem yang mempengaruhi operasi dari suatu sistem.
Lingkungan luar sistem ini dapat bersifat menguntungkan atau merugikan.
• Penghubung Sistem (Interface)
Merupakan media penghubung antara satu subsistem dengan subsistem yang lainnya.
• Masukan sistem (Input)
Merupakan energi yang dimasukkan ke dalam sistem.
• Keluaran Sistem (Output)
Merupakan hasil dari energi yang diolah oleh sistem. Meliputi : Keluaran yang
berguna, contohnya Informasi yang dikeluarkan oleh computer
• Pengolah Sistem (Process)
Merupakan bagian yang memproses masukan untuk menjadi keluaran yang
Diinginkan
• Tujuan Sistem (Goal)
Setiap sistem pasti mempunyai tujuan ataupun sasaran yang mempengaruhi input
yang dibutuhkan dan output yang dihasilkan

Sistem Terotomasi Terbagi Dalam Sejumlah Katagori :
•?On-line Systems. Sistem on-line adalah sistem yang menerima langsung input pada
area dimana input tersebut direkam dan menghasilkan output yang dapat berupa hasil
komputasi pada area dimana mereka dibutuhkan.
•?Real-time Systems. Sistem real-time adalah mekanisme pengontrolan, perekaman
data, pemrosesan yang sangat cepat sehinga output yang dihasilkan dapat diterima
dalam waktu yang relatif sama. Perbedaan dengan sistem on- line adalah satuan waktu
yang digunakan real-time biasanya seperseratus atau seperseribu detik sedangkan online
masih dalah skala detik atau bahkan kadang beberapa menit. Perbedaan lainnya,
on- line biasanya hanya berinteraksi dengan pemakai, sedangkan real-time berinteraksi
langsung dengan pemakai dan lingkungan yang dipetakan.
•?Decision Support System + Strategic Planning System. Sistem yang memproses
transaksi organisasi secara harian dan membantu para manajer mengambil keputusan,
mengevaluasi dan menganalisa tujuan organisasi. Digunakan untuk sistem penggajian,
sistem pemesanan, sistem akuntansi dan sistem produksi.
.•?Knowledge-based System. Program komputer yang dibuat mendekati kemampuan
dan pengetahuan seorang pakar. Umumnya menggunakan perangkat keras dan
perangkat lunak khusus seperti LISP dan PROLOG.








Klasifikasi studi evaluasi
1. Selection studies : problem pada instalasi desain dan usaha untuk
mendapatkannya.
Problem : mode proses seleksi, memilih sistem yang akan diinstalasi.
Tujuan : mendapatkan obyek yang sesuai dengan kriteria.
2. Improvement studies : modifikasi sistem agar kinerja bertambah atau
biaya menurun.
3. Desain studies : mencoba menjawab pertanyaan yang timbul ketika desain
sistem.

KLASIFIKASI SISTEM :
•?Sistem Abstrak (Abstract System) ; sistem yang berupa pemikiran atau ide- ide yang
tidak tampak secara fisik (Sistem Teologia yang merupakan suatu sistem yang
menggambarkan hubungan Tuhan dengan Manusia)
•?Sistem Fisik (Physical System) ; merupakan sistem yang ada secara fisik sehingga setiap
makhluk dapat melihatnya (Sistem Komputer, Sistem Akuntansi, Sistem Produksi dll.)
•?Sistem Alamiah (Natural System) ; sistem yang terjadi melalui proses alam dalam artian
tidak dibuat oleh manusia. (Sistem Tata Surya, Sistem Galaxi, Sistem Reproduksi dll.)
•?Sistem Buatan Manusia (Human Made System) ; sistem yang dirancang oleh manusia.
Sistem buatan manusia yang melibatkan interaksi manusia dengan mesin disebut human
machine system (contoh Sistem Informasi)
•?Sistem Tertentu (Deterministic System) ; beroperasi dengan tingkah laku yang sudah
dapat diprediksi. Interaksi bagian-bagiannya dapat dideteksi dengan pasti sehingga
keluaran dari sistem dapat diramalkan (contoh ; Sistem Komputer)
•?Sistem Tak Tentu (Probabilistic System) ; sistem yang kondisi masa depannya tidak
dapat diprediksi karena mengandung unsur probabilitas. (Contoh : Sistem Manusia)

Masalah yang ada pada kinerja dalam suatu sistem :
1. Tidak cukupnya kecepatan atau kapasitas dari beberapa komponen
sistem yang dapat menjaga komponen sistem lainnya untuk tetap dapat
beroperasi dalam kecepatan maksimal.
2. Interferensi yang diakibatkan oleh permintaan layanan dari dua atau
lebih komponen sistem untuk berkomunikasi secara sekuensial.
3. Karakteristik workload yang tidak tepat.
Langkah proses evaluasi :
1. Menetapkan pengukuran kinerja.
2. Menentukan nilai kuantitatif sistem kinerja dan analisa sistem kinerja
dengan sistem beban kerja.
3. Memberikan nilai untuk level yang berbeda.
Karakteristik kinerja dibuat berdasarkan himpunan kuantitas parameter
pengukuran kinerja.










SDLC (System Development Life Cycle) terdiri dari 6 (enam) fase :
1. Perencanaan sistem
2. Analisa sistem
3. Perancangan sistem secara umum (konseptual)
4. Evaluasi sistem dan seleksi
5. Perancangan sistem secara rinci (fungsional)
6. Implementasi system
# TAHAP PERENCANAAN SISTEM
• Menetapkan suatu kerangka kerja strategi menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan informasi pemakai
• Melibatkan Manajer senior, pemakai senior dan profesional sistem
• Proyek yang diusulkan dievaluasi dan dan diprioritaskan
• Alasan untuk melakukan perencanaan sistem :
- Menghindari sejumlah kerugian
• Yang merencanakan sistem :
• Komponen Laporan :
- Komponen keseluruhan
Berhubungan dengan sumber daya yg akan diperoleh (3-5 tahun)
Meliputi : Personil baru, hardware, software, peralatan telekomunikasi, lokasi komputer, keamanan
• Hubungan dengan Analis Sistem
- Keduanya berhubungan dengan proses mendefinisikan kebutuhan pemakai
• Pada perencanaan sistem, suatu sistem yang diusulkan harus layak dan mendukung faktor strategik. Untuk menilai kedua kemungkinan tersebut maka harus diadakan evaluasi terhadap faktor kelayakan TELOS dan faktor strategi PDM.

#FAKTOR KELAYAKAN TELOS
Sistem yang diusulkan harus layak, yaitu memenuhi kriteria kelayakan sbb :
T (echnical) Sistem yang diusulkan dapat dikembangkan dan
diimplementasikan menggunakan teknologi yang
ada atau jika teknologi baru dibutuhkan.
E (conomic) Dana tersedia untuk mendukung biaya yang
diestimasikan dari sistem yang diusulkan.
L (egal) Jika sistem yang dibuat ada masalah, maka
kemampuan perusahaan dapat melepaskan
kewajiban hukumnya.
O (perational) Prosedur yang ada dan kemampuan personal cukup
untuk mengoperasikan sistem yang diusulkan atau
perlu adanya tambahan prosedur dan kemampuan.
S (chedule) Sistem yang diusulkan harus beroperasi dalam
kerangka waktu yang dapat diterima.
#Faktor strategik PDM:
P (roductivity) Pengukuran jumlah output yang dihasilkan input.
Tujuannya untuk mengurangi biaya tambahan yang
tidak bernilai
D (ifferentiation) Pengukuran seberapa baik sebuah perusahaan dapat
menawarkan hasil (produk) atau jasa yang berbeda
sama sekali dengan perusahaan saingan.
M (anagement) Pengukuran seberapa baik sistem informasi
menyediakan informasi untuk membantu manajer
dalam perencanaan, pengontrolan dan pengambilan
keputusan.
#Menilai Produktivitas (P)
Produktivitas diukur dari biaya produksi. Untuk mendapatkan produktivitas yang
lebih tinggi, keefektifan dan keefisienan suatu tugas (proses) harus ditingkatkan.
Menilai Diferensiasi (D)
Jika perusahan menggunakan sistem informasi yang membedakan produk dan
jasa, maka penghasilan dapat meningkat. Bank2 menggunakan teknologi
informasi yang bermacam-macam untuk melayani pelanggan dengan baik,
sehingga membuat pelanggan menjadi setia dan mendapatkan pelanggan2 baru
Menilai Manajemen (M)
Jika informasi yang dihasilkan sistem memiliki nilai yang tinggi dalam form dan
substance, maka fungsi manajemen dapat ditingkatkan. Salah satu masalah
besar dalam memanage sesuatu adalah ketidakpastian.

Monday, November 14, 2011

Randi Alfin Liembers
17110400
5KA25

Tugas Soft skill : Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat

Melonjaknya angka penduduk di Jakarta pasca Lebaran

Penduduk DKI Jakarta diprediksi melonjak sebanyak 60 ribu jiwa. 3 juta jiwa warga Jakarta yang mudik membawa sanak saudaranya ke ibukota untuk mengadu nasib. Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengancam akan memulangkan kaum urban yang tidak punya kerjaan di Jakarta.
Sudah jadi tradisi arus balik perayaan Idul Fitri di ikuti ledakan jumlah penduduk di Jakarta. Masyarakat Ibukota yang mudik saat Lebaran, datang ke Jakarta lagi dengan menyertakan sanak saudaranya, untuk ikut mengadu nasib di Jakarta.Gubernur DKI Jakarta mencatat masyarakat Jakarta yang mudik ke beberapa daerah di Jawa dan Sumatera tahun ini mencapai. Pasca Lebaran penduduk di Jakarta dipastikan bakal makin padat. Di prediksi 60 ribu jiwa kaum urban bakal masuk Ibukota untuk ikut mengadu nasib, mengais rejeki di Jakarta. Jika diamati sejak tiga tahun terakhir memang tren urbanisasi pasca Lebaran menurun. Namun penurunan angka urbanisasi itu tidak selamanya berarti baik.

Faktor Penyebab masyarakat mencari rejeki di kota-kota besar terjadi karena faktor ekonomi. Kondisi statis perekonomian di pedesaan merupakan faktor utama pemicu ledakan urbanisasi. Laju nadi ekonomi di pedesaan dianggap statis sebab setiap orang yang hendak menjalankan usaha tidak pernah di rancang secara terencana.
Seorang pedagang es keliling tidak pernah membayangkan bahwa setelah menjalankan usaha selama sepuluh tahun kemajuan apa saja yang harus dicapai. Mereka tetap menjalankan usaha tanpa sedikitpun peningkatan berarti. Usaha sekedar dimaksudkan untuk menyambung hidup.
Inilah karakter cara berusaha masyarakat di pedesaan. Cara berusaha semacam ini tentu tidak dapat diharapkan untuk memperbaiki taraf hidup. Kondisi yang demikian membuat sebagian besar orang-orang dari desa yang mengharapkan perubahan taraf hidup mulai memimpikan cara untuk dapat memperbaiki kondisi ekonomi mereka.

Solusi :
Pemerintah harus melakukan pemerataan lapangan dan pembangunan di setiap daerah sehingga masyarakat pedesaan tidak terpusat di kota besar saja. Pemerintah juga harus melakukan pengadaan pelatihan-pelatihan di bidang-bidang spesifik, tujuannya untuk meningkatkan skill individu di setiap daerah agar masyarakat yang tinggal di pedesaan dapat menciptakan pekerjaan sendiri.

Randi Alfin Liembers
17110400
5KA25


Tugas Softskill : Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Kemiskinan

Ilmu pengetahuan  pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya yaitu: ontologis, epistemologis dan aksiologis.
Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek yang merupakan bahan dalam penelitian. meliputi objek material sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian bulat dan utuh, serta objek formal, yaitu sudut pandangan yang mengarah kepada persoalan yang menjadi pusat perhatian.
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan obyektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah, yang meliputi tiga hal yaitu:
- Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai pengetahuan ilmiah yang obyektif.
- Seelktif. artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan terhadap hipotesis yang ada.
- Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat diubah maupun terhadap indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
Teknologi
Teknologi memperlihatkan fenomenanya alam masyarakat sebagai hal impersonal dan memiliki otonomi, mengubah setiap bidang kehidupan manusia menjadi lingkup teknis.
Fenomena teknik pada masyarakat kini menurut Sastrapatedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Rasionalitas, artinya tindakan spontan oleh teknis diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan perhitungan rasional.
- Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
- Monisme, artinya semua teknik bersatu. saling bergantung dan saling berinteraksi.
- Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.

Kemiskinan
Kemiskinan  lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. Dikatakan berada di bawah garis kemiskinan, apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, dan lain-lain. Garis kemiskinan yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal :
- Persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan.
- Posisi manusia dalam lingkungan sekitar
- Kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.

Contoh kasus : Konflik dapat bersifat tertutup (latent), dapat pula bersifat terbuka (manifest). Konflik berlangsung sejalan dengan dinamika masyarakat. Hanya saja, terdapat katup-katup sosial yang dapat menangkal konflik secara dini, sehingga tidak berkembang meluas. Namun ada pula faktor-faktor di dalam masyarakat yang mudah menyulut konflik menjadi berkobar sedemikian besar, sehingga memporakporandakan rumah, harta benda lain dan mungkin juga penghuni sistem sosial tersebut secara keseluruhan. Dalam suasana sistem sosial masyarakat Indonesia yang sangat rentan terhadap berbagai gejolak ini, sedikit pemicu saja sudah cukup menyebabkan berbagai konflik sosial. Konflik antar desa di Tegal (Senin, 10 Juli 2000) dan konflik antar kampung di Cilacap (Kamis, 6 Juli 2000) hanyalah merupakan contoh betapa hal-hal yang bersifat sangat sederhana ternyata dapat menjadi penyulut timbulnya amuk dan kerusuhan massa yang melibatkan bukan hanya pihak-pihak yang bertikai, melainkan juga seluruh desa. Desa-desa dan kampung-kampung di Jawa Tengah yang sudah sejak puluhan dan bahkan ratusan tahun hidup dalam keharmonisan antar tetangga dan antar desa tersebut dapat berubah total menjadi saling serang dan saling menghancurkan rumah warga desa lain yang dianggap musuhnya. Pemerintah sebagai penanggungjawab keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sangat berperan penting dalam menciptakan suasana harmonis antar berbagai kelompok dalam masyarakat. Namun, bila pengendalian sosial oleh pemerintah melalui perangkat-perangkat hukumnya tidak berjalan, maka pengendalian sosial dalam bentuk lain akan muncul dalam masyarakat. Sebagaimana berbagai kerusuhan massal yang pernah terjadi sebelumnya, pemicu-pemicu tersebut bukanlah penyebab utama. Ini hanyalah casus belli yang memunculkan konflik terpendam yang berakumulasi secara bertahap. Penyebab utamanya mungkin baru dapat diketahui setelah suatu kajian yang seksama dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kaitan inilah, kajian singkat ini ingin diletakkan. Kajian yang ditulis dalam laporan ini, mungkin saja mengalami perubahan dengan berlangsungnya waktu, yaitu dengan semakin diketahuinya faktor-faktor lokal (indigenious factors). Meskipun demikian, laporan ini tetap di dasarkan atas data sekunder terbatas dengan pendekatan yang kritis. Tujuan Tujuan utama dari kajian singkat ini adalah untuk mengidentifikasi konflik, mencari faktor pendorong, pemicu dan penyebab terjadinya konflik yang dampaknya sangat merugikan, serta sebagai basis pembuatan peta daerah rawan konflik . Metode Pendekatan Data yang digunakan sebagai dasar analisis adalah menggunakan data sekunder dan berbagai berita dari berbagai sumber media massa. Meskipun demikian, diupayakan dengan mencermati faktor-faktor setempat yang lebih dominan sebagai penyebab utama (prima causa). KONFLIK ANTAR KELOMPOK DALAM MASYARAKAT KASUS TEGAL Letak Geografi Desa Karangmalang Kecamatan Kedungbanteng dan Desa Harjosari Kecamatan Suradadi terletak di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten dari 29 kabupaten dan 6 (enam) kotamadya di Jawa Tengah. Desa Harjosari mempunyai luas 5,6 hektar dengan penduduk 9.960 jiwa (824 KK). Penduduk Kampung Randu, desa Harjosari, umumnya petani, buruh tani, pedagang bakulan dan sebagian lagi sebagai tenaga kasar di beberapa kota besar terdekat. Jarak terhadap kota kecamatan kurang lebih 20 kilometer. Kronologi Peristiwa Sebagaimana diberitakan oleh berbagai media massa, peristiwa amuk massa di Tegal terjadi secara bergelombang. Peristiwanya bermula dari perkelaian antar kelompok kedua desa, yaitu warga Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng dan warga Desa Harjosari, Kecamatan Suradadi, keduanya di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Ini terjadi pada hari Minggu malam jam 23:00 WIB di dekat rumah Sipon, warga desa Kampung Randu, Desa Harjosari yang menikahkan anak perempuannya dengan menanggap pertunjukan wayang golek. Dalam perkelaian tersebut, Bugel alias Karyono bin Wahid(25), seorang warga Desa Karangmalang tewas satu jam kemudian dalam perjalanan ke rumah sakit. Tangan Bugel dibabat hingga putus dengan senjata tajam. Tewasnya Bugel menimbulkan tindakan pembalasan warga Karangmalang terhadap warga Kampung Harjosari yang mayoritas tidak tahu menahu dan tidak mempunyai kaitan langsung dengan insiden Minggu malam. Sasaran utama pembalasan ini adalah Sa (34). Serangan pertama dilakukan oleh warga desa Karangmalang terhadap desa Kampung Randu pukul 04:00 WIB dan kedua pukul 07:00 WIB. Sebagai akibatnya, sebagian besar rumah warga Harjosari yang menggantungkan nafkahnya sebagai petani dan pedagang berubah menjadi lautan api. Ratusan warga Karangmalang yang sudah melengkapi dirinya dengan berbagai senjata tajam, pentungan, bom molotov dan jerigen berisi bensin membakar dan memporakporandakan Desa Harjosari. Warga Desa Harjosari yang melihat gelagat berbahaya ini telah mengosongkan rumahnya dan meninggalkan desanya untuk menyelamatkan diri. Sebagian warga masih sempat menyelamatkan harta benda mereka seperti pesawat televisi, sepeda, ternak dan pakaian ala kadarnya. Pihak keamanan, sejak terjadinya konflik antar kelompok di Kampung Randu Minggu malam sebenarnya sudah menduga akan terjadi aksi massa yang lebih besar. Namun aparat keamanan mengaku kebobolan karena aksi tersebut dilakukan oleh ribuan warga Karangmalang. Pihak keamanan sudah melakukan upaya menutup jalur pintu masuk dari Desa Harjosari dan Karangmalang dan sebaliknya. Namun pihak keamanan tidak dapat berbuat banyak ketika penyerbuan tersebut dilakukan melalui hutan jati yang langsung menembus Desa Harjosari. Akibat aksi massa tersebut, menurut Kepala Desa Harjosari, dari sebanyak 368 rumah di Harjosari, sebanyak 129 rumah diantaranya dibakar dan 116 rumah lainnya dirusak secara membabi buta dengan tingkat kerusakan berat dan ringan Warga Harjosari yang menyelamatkan diri tetap bertahan di pengungsian hingga Senin (10 Juli 2000). Ini berkisar 1.300 jiwa. Mereka tetap bertahan hingga Selasa besok paginya, menunggu situasi kampung aman kembali. Langkah Tindak Lanjut Peristiwa tersebut telah membuat kalang kabut aparat keamanan setempat, yang segera hadir di tempat, yaitu Kepolisian Wilayah Tegal, satuan Unit Perintis Sabhara, Brimob dari Tegal, Pemalang dan Pekalongan. Bantuan juga datang dari Kodim dan Batalyon 407 Slawi. Untuk mencegah aksi balas dendam perbatasan kedua wilayah ditutup sementara. Polisi telah menangkap 5 (lima) warga Desa Harjosari yang diduga melakukan pemukulan terhadap Bugel dan kawan-kawan, yaitu Wasrin bin Kramat (27), Sarono (23), Supardi (23), Sukarjo (27) dan Hadi (22). Namun, tersangka yang diduga kuat menusuk dan membabat tangan Bugel telah kabur sekeluarga. Beberapa warga yang terlibat amuk massa, beberapa di antaranya juga menghilang dari desanya. Mereka tertangkap setelah petugas seharian menyisir kawasan hutan jati sekitar desa. Pasukan keamanan sebanyak 300 orang tetap disiagakan di kedua desa yang bertikai. Kawasan hutan jati yang berbatasan dengan Desa Harjosari yang digunakan sebagai jalur penyerbuan ke desa tersebut tetap dijaga ketat. Bupati Tegal bersama Ketua DPRD dan Kapolres setempat berusaha menangkan warga kedua kampung yang bertikai dan mencegah tindakan pembalasan yang sangat merugikan kedua belah pihak. Hingga Rabu (12 Juli 2000) sedikitnya 75 warga Desa Karangmalang yang diduga sebagai pelaku aksi amuk massa ditangkap aparat kepolisian gabungan dari Kepolisian Resor Slawi dan Kepolisian Wilayah Pekalongan. Dari jumlah tersebut, 8 (delapan) di antaranya diduga sebagai provokator. Seorang tersangka provokator merupakan perangkat desa setempat dan seorang lagi merupakan pegawai negeri sipil. Warga yang tertangkap tersebut ditahan di Markas Kepolisian Resor Slawi, Kabupaten Tegal. Kepala Desa Karangmalang tidak keberatan warganya ditangkap asal pelaku pembunuhan warga Karangmalang juga diadili. Semula, terjadi bentrokan aparat dengan warga Karangmalang saat polisi menangkap pelaku pembakar rumah dari pintu ke pintu. Dari sebanyak 89 orang yang ditangkap, setelah pemeriksaan yang intensif hanya 17 orang yang resmi berstatus tersangka, 72 orang lainnya dibebaskan. Hari Kamis (13 Juli 2000) sore, Tim Penyidik Polres Tegal mulai memeriksa 300 warga Kampung Randu sebagai saksi. Saksi-saksi tersebut diakui sangat kooperatif yang diduga merupakan karakter asli warga setempat. KASUS CILACAP Letak Geografi Kampung Sumpin, Kampung Kebonmanis di satu pihak dan Kampung Plikon di lain pihak merupakan kampung-kampung di Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap juga merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Tengah yang berlokasi di kawasan pantai selatan Pulau Jawa. Kronologi Peristiwa Konflik ini melibatkan warga Kampung Sumpian yang didukung warga Kebonmanis melawan warga Kampung Plikon, Desa Adipala, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Konflik antar warga ini dipicu oleh Suworyono yang memalak beberapa warga Kampung Plikon yang sedang main lotre. Penolakan warga ini berakhir dengan insiden pemukulan warga Plikon kepada Suwaryono bin Madislam (26). Suwaryono yang tidak menerima perlakuan ini memanggil teman-temannya sebanyak sekitar 20 orang, termasuk dua adiknya, yaitu Genjo dan Djoko. Mereka mendatangi rumah Nana Witana, tempat mengadu permainan. Warga yang sudah jengkel, akhirnya mengeroyok Suwaryono. Korban yang sudah tidak berdaya disiram bensin dan dibakar hingga tewas. Aksi ini berlangsung sekitar pukul 16:00 WIB hari Kamis (6 Juli 2000). Tewasnya warga Kebonmanis ini berbuntut panjang. Ratusan warga Sumpilan dan Kebonmanis yang membawa pentungan, parang, bensin dan senjata tajam lainnya, sekitar pukul 20:00 WIB menyerang Kampung Plikon. Mereka membakar rumah warga setempat, terutama yang berada di tepi jalan. Sebanyak 32 bangunan rumah habis terbakar. Warga Plikon bergegas menyelamatkan diri. Hal yang mengherankan, ketiga desa yang bertikai tersebut adalah desa-desa yang berdekatan dan banyak yang mempunyai hubungan keluarga. Langkah Tindak Lanjut Sebanyak 7 (tujuh) peleton aparat keamanan yang terdiri dari polisi termasuk Brimob dan aparat Kodim Cilacap dikerahkan untuk mengamankan situasi. Petugas baru berhasil menguasai keadaan menjelang tengah malam. Mereka membentuk pagar betis untuk memisahkan penduduk dua kampung yang bertikai. Polisi telah menangkap 11 warga Plikon yang diduga kuat terlibat dalam aksi pembakaran terhadap Suwaryono. Sebanyak 8 (delapan) warga Plikon telah ditahan. Mereka adalah Sabar (42), Bagio (23), Nana Witana (65), Karsidi (25), Sugihartono (24), Sulyono (25), Sukirno (20) dan Nurhadi (30). ANALISIS KEJADIAN Menurut sumber setempat, pertikaian antar warga dari kedua desa di Tegal bukan yang pertama kali terjadi. Pertikaian massal sebelumnya terjadi pada akhir Desember 1999. Saat itu, warga Karangmalang juga meninggal pada peristiwa di kampung yang sama. Dalam pemeriksaan polisi, beberapa warga Karangmalang yang sempat menginap di Polres Tegal sebagai saksi menyatakan bahwa tidak pernah terpikir sebelumnya akan membakari rumah warga Harjosari. Namun karena pengaruh hasutan, provokasi dari orang-orang tertentu yang dianggap tokoh, dia bersama warga lainnya akhirnya bergabung dalam aksi amuk massa tersebut. Warga yang menjalani pemeriksaan sangat kooperatif dalam menjawab berbagai pertanyaan terutama tentang sejumlah nama yang merupakan penyandang dana untuk membeli bensin atau provokator. Bersama 16 warga lainnya, seorang perangkat desa yang diduga bertindak sebagai penyandang dana telah ditahan di Polres Tegal. Memang sulit membayangkan kedua desa bertetangga, meskipun secara administratif berbeda kecamatan, dapat bertikai sedemikian ganas. Desa Harjosari dan Karangmalang merupakan wilayah perbatasan antara Kecamatan Suradadi dan Kecamatan Kedungbanteng di Kabupaten Tegal. Kedua desa berjarak kurang lebih 6 (enam) kilometer, suatu jarak yang sangat dekat untuk suatu kawasan desa. Perilaku warga Harjosari umumnya baik-baik. Mereka gampang diatur, sangat toleran, suka membantu sama lain dan tidak suka kekerasan. Namun akhir-akhir menjelang terjadinya amuk massa, ulah sekelompok pemuda yang kurang simpatik menyebabkan Kampung Randu seperti dikucilkan oleh warga kampung lain. Kesan ini muncul ketika terjadi serbuan ke Kampung Randu. Tidak ada warga kampung lain satupun yang berniat untuk membantu melerai atau mencegah penyerbu. Kejadian-kejadian tersebut tampaknya berlangsung sejalan dengan adanya sinyalemen persaingan bisnis kayu jati. Perseteruan terselubung antar desa tersebut membuat salah satu kelompok seolah-olah sengaja menciptakan situasi ini untuk menjarah kayu jati. Konon, pada waktu terjadi serbuan massa Senin dini hari dan berlanjut Senin pagi, pada saat yang sama terjadi penjarahan pohon jati di kawasan hutan yang letaknya berbatasan dengan Desa Harjosari. Kedua desa bertetangga sebenarnya merupakan desa yang yang relatif terpencil dan bukan daerah subur. Nafkah warga tampaknya terbantu oleh lokasi desa yang berbatasan dengan hutan jati Kesatuan Pemangkuan Hutan Wilayah Pekalongan. Selain bertani, sebagian warga memperoleh pendapatannya dari berjualan kayu jati yang sudah dibuat bahan bangunan. Daun pintu, misalnya, dapat laku dijual Rp 175.000 hingga Rp 200.000/buah. Kusen pintu dan jendela bisa mencapai Rp 100.000 sampai Rp 150.000/buah. Dalam suasana maraknya usaha bahan bangunan , penebangan kayu di hutan secara illegal tidak mendapatkan sanksi apapun. Penegakan hukum seolah-olah tidak berjalan. Ini tampaknya menimbulkan perasaan jengkel berkepanjangan pada warga lain yang kurang memperoleh akses terhadap sumberdaya hutan jati. Oleh karena itu, meninggalnya salah seorang warga Karangmalang merupakan pemicu bagi pembalasan terhadap warga Harjosari yang dianggap sebagai sumber kerusuhan. Sedangkan dalam kasus kerusuhan di Cilacap, tidak banyak yang dapat diungkap dari kejadian ini, kecuali bahwa aksi pembakaran korban hingga tewas Suwaryono merupakan korban tewas yang ke 15 dengan modus dibakar dalam peristiwa amuk massa di wilayah Cilacap dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir. Satu hal sudah jelas, bahwa pemalakan dalam kaitan ini bukanlah sebab utama terjadinya pembakaran. Ini hanyalah merupakan pemicu timbulnya kerusuhan yang lebih besar yang berakhir dengan pembakaran rumah warga yang notabene merupakan orang-orang yang masih mempunyai hubungan keluarga antar satu dan lain desa. KESIMPULAN Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan sebagai berikut: Pemicu utama dalam kasus kerusuhan massa di Tegal antara warga Kampung Randu, Desa Harjosari, Kecamatan Suradadi melawan Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng di Kabupaten Tegal adalah kematian Bugel bin Wahid (25), warga Desa Karangmalang, yang bertandang di Desa Harjosari. Warga Karangmalang kemudian membalas kematian warganya ini dengan menyerbu Kampung Randu, Desa Harjosari, Senin (10 Juli 2000) dinihari secara bergelombang. Akibatnya, dari 368 rumah Kampung Randu yang ada, sebanyak 129 rumah dibakar, sebanyak 116 rumah lainnya mengalami rusak berat dan ringan. Akar permasalahan utama peristiwa ini tampaknya lebih dilandasi oleh persaingan laten antar sebagian warga ke dua desa karena mempunyai akses terhadap sumberdaya alam hutan kayu jati secara illegal, namun tidak ditindak secara hukum. Ini menimbulkan kecemburuan sosial bagi desa-desa di sekitarnya yang lebih jauh dan kurang mempunyai akses terhadap sumberdaya alam tersebut. Pemicu utama kasus konflik antar kampung di Cilacap yang melibatkan warga Kampung Sumpilan yang didukung oleh warga Kampung Kebonmanis di satu pihak melawan warga Kampung Plikon, Kecamatan Adipala, keduanya di Kabupaten Cilacap, adalah pemalakan Suwaryono bin Masdilam (26) terhadap warga Kampung Plikon yang berakhir dengan dibakarnya Suwaryono Kamis (6 Juli 2000) malam. Tewasnya Suwaryono menyulut aksi balas dendam warga Sumpilan (kampung asal korban) dan kampung Kebonmanis dengan menyerbu rumah warga Kampung Plikon. Akibatnya, sebanyak 32 rumah hangus dimakan api. Sepeda motor Suwaryono juga ikut dibakar. Akar permasalahan utama dari peristiwa ini belum dapat dikemukakan dalam analisis ini karena belum ada data yang diperoleh. Untuk hal ini kiranya perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam melalui kunjungan ke daerah kejadian. Dalam kejadian itu dapat ditelusuri secara lebih luas, mengapa orang di kedua kampung itu mudah melampiaskan kemarahan dengan merusak, membunuh, membakar dan menghancurkan benda-benda yang dianggap milik “musuh”. Apakah mungkin ada provokasi dari luar, dan apakah masyarakat di kedua desa itu mengalami tekanan mental dan beban hidup sehari-hari menjadi mudah meledakkan emosinya. Kedua kasus konflik sosial tampaknya merupakan indikasi semakin rentannya kondisi psikologi, sosial, ekonomi, hukum, politik dan keamanan. Hal-hal yang kurang lebih serupa, sampai batas-batas tertentu, dapat dijumpai di daerah-daerah lain, dengan sedikit banyak perbedaan. Ini misalnya dapat disimak dari berbagai peristiwa konflik sosial yang terjadi kurang lebih hampir bersamaan, yaitu sepanjang bulan Juni-Juli 2000. Beberapa contoh di antaranya: Konflik antar warga Kampung Hanja, Cibuntiris dan Sindang Jaya, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat (21-24 Juni 2000). Penyerangan terhadap warga Kampung Hanja dan Buntiris, konon diawali oleh isu penduduk Kampung Hanja menganut aliran sesat. Sebanyak 30 rumah warga Hanja dibakar oleh sekitar 100 orang bertopeng secara bergelombang dalam 4 hari. Kerusuhan di Kumai, Kelurahan Kumai Hulu, Kecamatan Kumai Hulu, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah (Rabu, 5 Juli 2000). Sebanyak 4 (empat) orang tewas dan 2 (dua) rumah warga dibakar massa. Ini dipicu oleh pertengkaran antara buruh dan cukongnya. Namun buruh yang nekad bersama kelompoknya melakukan penyerangan yang berubah menjadi aksi pembakaran rumah di sekitar cukong. Kerusuhan di Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (Sabtu, 8 Juli 2000). Peristiwa ini dipicu oleh aksi tiga pedagang kasur keliling yang disukan menyebarkan roti mengandung virus rabies untuk membuat anjing yang memakannya terjangkit penyakit rabies. Sebanyak 2 (dua) orang korban yang tewas adalah para pedagang tersebut, 1 (satu) pedagang lainnya meskipun babak belur dapat diselamatkan, karena dihakimi massa yang marah. Keributan antar warga Kampung Gabus, Desa Srimukti, Kecamatan Tambun, Bekasi dan Kampung Pangkalan, Desa Kedungpengawas, Kecamatan Babelan, Bekasi. Dua (2) orang warga Kampung Gabus yang akan melakukan penyerangan ke desa tetangganya, kampung Pangkalan tewas tenggelam di kali (Jum’at, 14 Juli 2000 dan Sabtu 15 Juli 2000). Tawuran pemuda di Matraman antara Palmeriam/kayumanis/Tegalan dan Berlan/Kebonmanggis/Manggarai pinggir kali (berkali-kali, Sabtu, 15 Juli 2000 dan terakhir 24 Juli 2000).
SOLUSI :
Tindakan hukum yang jelas dan tegas (law enforcement) terhadap pencurian kayu jati yang “diduga” telah dilakukan oleh sementara penduduk yang bermukim berdekatan dengan hutan jati. Muspida setempat perlu melakukan forum komunikasi dengan para warganya dan penyuluhan-penyuluhan sosial tentang berbagai kerugian akibat perselisihan antar desa. Di samping itu, juga perlu disosialisasikannya berbagai cara untuk menghindari berbagai kemungkinan provokasi. Sedapat mungkin perlu pula diusahakan kegiatan bersama antar desa yang memungkinkan warga antar desa membina hubungan komunikasi yang positif. Untuk kasus Cilacap, alternatif solusi belum dapat kami sampaikan. *end (Kebijakan Publik – Kedeputian Dinamika Masyarakat)

Saturday, November 12, 2011

Randi Alfin Liembers
17110400
5KA25

Tugas Softskill : Agama dan Masyarakat

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, PANCASILA: "KeTuhanan Yang Maha Esa". Sejumlah agama di indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik ekonomi dan budaya. Di tahun 2010 kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk indonesia adalah pemeluk agama Islam, 9,2% pemeluk agama Protestan, 3,5% pemeluk agama Katolik, 1,8% pemeluk agama Hindu dan 0,4% pemeluk agama Budha.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan memprktikkan kepercayaannya"dan"menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya". Pemerintah secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antara kelompok maupun golongan. program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.

Contoh kasus : Seperti yang kita lihat kerusuhan di wilayah ambon, Kerusuhan Ambon (Maluku) yang terjadi sejak bulan Januari 1999 hingga saat ini telah memasuki periode kedua, yang telah menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang cukup besar serta telah membawah penderitaan dalam bentuk kemiskinan dan kemelaratan bagi rakyat di Maluku pada umumnya dan kota Ambon pada khususnya.
Kerusuhan Ambon (Maluku) yang semula menurut pemahaman kalangan masyarakat awam sebagai sebuah tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh suatu tindak/peristiwa kriminal biasa, ternyata berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan di lapangan adalah merupakan sebuah rekayasa yang direncanakan oleh orang atau kelompok tertentu demi kepentingannya dengan mempergunakan isu SARA dan beberapa faktor internal didaerah (seperti kesenjangan ekonomi, diskriminasi dibidang pemerintahan dll) untuk melanggengkan skenario yang ditetapkan.
Begitu matangnya rencana yang dilakukan yang diikuti dengan berbagai penyebaran isu yang menyesatkan, seperti adanya usaha-usaha dari kelompok separatis RMS (Republik Maluku Selatan) yang sengaja diidentifisir dengan Republik Maluku Serani (Kristen), adanya usaha untuk membantai umat Islam di Maluku, keterlibatan preman Kristen Jakarta, isu pemasokan senjata kepada umat Kristen di Maluku dari Israel dan Belanda, serta berbagai isu menyesatkan lainnya telah menimbulkan semakin kuat dan mengentalnya sikap dan prilaku fanatisme terhadap masing-masing agama (Islam dan Kristen).
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan ABRI untuk mengklarifikasi isu-isu yang tidak bertanggung jawab tersebut ternyata tidak mampu meredam kekuatan dari mereka yang menginginkan agar kerusuhan Ambon (Maluku) terus diperpanjang dan diperluas.
Penciptaan kondisi ini semakin menguat ketika ABRI (TNI dan Polri) telah dengan sengaja ikut menciptakan konflik yang berkepanjangan melalui penanganan pengendalian keamanan yang tidak profesional dan terkesan bertendensi mengipas-ngipas agar kerusuhan di Maluku tak kunjung selesai.
Peranan Pemerintah Daerah, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Militer serta komponen bangsa lainnya yang ada di daerah melalui berbagai upaya rekonsiliasi untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai hanya bersifat "semu" belaka. Satu dan lain hal disebabkan karena tidak ada kemauan yang transparan dalam upaya menyelesaikan pertikaian, juga upaya rekonsiliasi lebih bersifat Top Down dan bukan Bottom Up.
  
Solusi : Pemerintah harus menjaga kedamaian di dalam masyarakat jangan mengadu domba masyarakat demi kepentingan semata.Karena manusia hidup sekali dan mati tidak membawa kekayaan yang ada di bumi ini, maka kita harus hidup berdampingan satu sama yang lain...